-->

SKI Kelas 6 Pelajaran 2 "Khalifah Ali bin Abi Thalib"

 Pelajaran 2

Khalifah Ali bin Abi Thalib



A. Riwayat Hidup Ali bin Abi Thalib


Khalifah keempat setelah Utsman bin Affan adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah anak paman Rasulullah Saw, bertemu dengan nasabnya pada kakeknya, Abdul Muthalib bin Hasyim, yang memiliki anak bernama Abu Thalib saudara laki-laki kandung Abdullah, bapak Nabi Muhammad Saw. Adapun silsilah Ali bin Abi Thalib bertemu dengan silsilah Nabi Muhammad Saw dapat dilihat dalam bagan berikut ini!


Garis keturunan Ali bin Abi Thalib bertemu dengan Rasulullah Saw.


        Nama yang diberikan kepada Ali pada saat kelahirannya adalah As’ad (singa). Nama tersebut hasil pemberian sang ibu sebagai kenangan dari nama bapaknya yang bernama As’ad bin Hasyim. Ketika putranya lahir, Abu Thalib saat itu tidak ada di tempat. Setelah ia tahu nama pemberian sang ibu kepada buah hatinya adalah As’ad, ia merasa kurang tertarik dengan nama tersebut, maka kemudian menggantinya dengan nama Ali.

        Menurut Ibnu Ishaq, Ali bin Abi Thalib dilahirkan 10 tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw menjadi nabi. Ali mempunyai beberapa julukan, diantaranya; Abul Hasan, yaitu dinasabkan kepada anaknya yang paling besar, Hasan. Selain itu juga dijuluki Abu Turab, yaitu julukan pemberian Rasulullah Saw. dan Ali merasa senang jika dipanggil itu. Ada juga julukan lain adalah Abul Hasan wal Husain, Abul Qashim Al-Hasyimi, dan Abu As-Sabthaini. Ali memiliki gelar Amirul Mukminin.

        Ali mempunyai tiga saudara kandung laki-laki, yaitu: Thalib, Ukail, Ja’far, dan dua saudara kandung perempuan, yaitu: Ummu Hanik dan Jumanah. Sedangkan istri Ali adalah Fathimah binti Rasulullah Saw. Dari pernikahannya dengan Fathimah mempunyai empat anak, yaitu: Hasan, Husain, Zainab Al-Kubra, dan Ummu Kultsum Al-Kubra. Ali bin Abi Thalib masuk Islam saat setelah keislaman istri Rasulullah Saw., Khadijah. Ia adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari golongan anak-anak.

B. Kepribadian Ali bin Abi Thalib

Bagaimana kepribadian Ali bin Abi Thalib? Ayo kita simak penjelasan di bawah ini !

  1. Cinta ilmu

Ali bin Abi Thalib tercatat sebagai ulama para sahabat senior. Ia dikenal dengan kesungguhannya dalam mengejar cita-cita dan kehati-hatiannya dalam menerima ilmu. Ali memiliki lisan yang senantiasa gemar bertanya untuk mencari ilmu, dan tidak pernah menyia-nyiakan untuk selalu berada di sisi Nabi Muhammad Saw.


Ayo, perhatikan kata hikmah yang diungkapkan Ali bin Abi Thalib berikut ini:


        Ali bin Abi Thalib menjelaskan sebab kedalaman dan keluasan ilmu yang Allah karuniakan kepadanya bahwa hal itu karena ia dapatkan dari Rasulullah dengan suka bertanya. Ia berkata, “Apabila aku bertanya, maka aku diberikan apa yang aku tanyakan tersebut. Dan apabila aku diam, maka aku pun tidak mendapatkan sesuatu.” Dalam keadaan tertentu, ketika Ali merasa malu kepada Rasulullah padahal ia ingin bertanya kepada beliau, maka ia pun meminta kepada salah seorang sahabat yang lain agar menanyakan apa yang ia inginkan tersebut kepada Rasulullah Saw.

        Kemudian nasehat Ali bin Abi Thalib kepada Kumail bin Ziyad tentang perbandingan ilmu dan harta patut menjadi renungan bagi kita. Perhatikan nasehatnya berikut:

        2. Kezuhudan

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib adalah manusia yang tumbuh dan berkembang dalam didikan cahaya Kitabullah, Al-Quran. Hal tersebut dapat dipahami karena kedekatannya dengan Nabi Muhammad Saw, kebersamaannya dengan sahabat, dan kemampuannya merenungi hakekat kehidupan dunia ini bahwa hakekat kehidupan adalah ujian dan cobaan.

      
         3. Tawadhu’

    Kepribadian lain Ali bin Abi Thalib yang patut ditiru adalah tawadhu’. Hal ini ditunjukkan dalam kisah berikut ini !


    Dari kisah tersebut menunjukkan sikap ketawadhuan Ali, ia rela membawa sendiri barang-barang yang dibelinya padahal ketika itu ia adalah Amirul Mukminin dan sahabat Rasulullah yang telah mencicipi banyak pengalaman. Ia tidak menerima tawaran dari pihak lain untuk meringankan beban yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan sikap ini Ali telah memberikan contoh dari sikap tawadhu kepada segenap kaum muslimin.


4. Dermawan

    Diantara akhlak al-Quran yang menyatu dalam diri Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib adalah dermawan dan murah hati. Perhatikan kisah berikut ini !

      

         5. Rajin beribadah

    Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib benar-benar mempraktikkan arti ibadah secara utuh dalam kehidupannya. Ia dikenal dengan istiqamahnya dalam mengerjakan shalat malam hingga dikawal sebagai ahli shalat tahajud. Perhatikan

kisah berikut ini !



    Mendengarkan ungkapan tersebut, air mata Muawiyyah mengalir deras, ia tak kuasa menahannya dan hanya mengusapkannya dengan kain lengannya. Melihat keadaan itu, maka terbawalah kaum muslimin yang hadir hanyut dalam tangisan sedu mereka.


C. Perjuangan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah


Setelah Utsman bin Affan wafat, kekhalifahan diganti Ali bin Abi Thalib. Semua sahabat Rasulullah yang ada di Madinah baik dari Muhajirin dan Anshar secara sukarela berbondong-bondong membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Mereka memandang bahwa saat itu tidak ada yang lebih utama dan lebih berhak menjadi khalifah dibandingkan Ali. Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Rasulullah yang luas ilmunya, paling dekat nasabnya dengan Rasulullah Saw., paling berani diantara mereka, paling dicintai Allah dan Rasul-Nya.


Masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib melakukan langkah-langkah penting, diantaranya:


  1. Dalam bidang hukum

Ali bin Abi Thalib mengembangkan sistem investigasi kriminal dan membuat kebijakan tentang pemisahan antara saksi kunci untuk pembuktian kebenaran dan mengungkap kenyataan. Syarat hakim pada masa Ali bin Abi Thalib adalah; menguasai permasalahan yang dihadapi kaum muslimin, sehat akalnya, baligh, matang usianya, lemah lembut, menguasai syariah, mengetahui nasikh dan mansukh serta muslim. Di bawah ini adalah diantara hakim pada masa Ali bin Abi Thalib beserta wilayahnya:


Masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, tidak diperkenankan adanya perantara antara orang yang menuntut haknya dengan hak yang dituntut. Karenanya, para pihak yang bersengketa tidak diperkenankan membayar sedikitpun kepada qadhi atau negara. Pada saat itu, hakim digaji oleh pemerintah, misalnya Syuraih menjadi qadhi di Kufah mendapatkan gaji bulanan sebesar 500 dirham.


2. Membentuk Majelis Syura

        Khalifah Ali bin Abi Thalib membentuk Majelis Syura yang terdiri dari para ulama dan ahli hukum. Merekalah yang disebut dengan Ahlul Halli wal Aqdi, karena mereka harus memiliki kemampuan dan keahlian. Tugas anggota majelis syura ini adalah mempelajari, mengkaji, dan melakukan riset terhadap permasalahan untuk menentukan kebijakan umum terkait dua hal:


  1. menjaga stabilitas negara dengan kebijakan yang membawa kemaslahatan;

  2. menegakkan hukum yang telah dibuat;

                  
            Majelis yang sama juga dibentuk di tingkat wilayah dan daerah sehingga sistem yang terbentuk tidak bersifat terpusat. Dalam pengisian posisi ini Ali mengatakan, “Majelis Syura harus diisi oleh orang yang muruah (punya integritas kepribadian), pandai menilai diri, saleh, selalu segera dalam kebaikan. Mereka harus orang-orang yang memiliki kemauan, berani, dermawan, dan toleran. Mereka adalah sosok yang memiliki kemuliaan.”


 3. Membentuk satuan keamanan;   
        Dalam bidang militer, langkah-langkah yang dilakukan Ali bin Abi Thalib adalah:
  1. Harus memiliki kekuatan militer yang menjaga dan membela wilayah;

  2. Mempersiapkan dan membentuk kekuatan militer menjadi tanggung jawab kepala negara atau gubernur militer yang ditempatkan di wilayah harus digaji dari Baitul Mal wilayah;

  3. Mengangkat komandan militer yang bertanggung jawab langsung kepada kepala negara atau gubernur. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kepala negara atau gubernur dalam menetapkan komandan militer. Kepala negara atau gubernur harus memberikan pengayoman dan perhatian kepada mereka agar fokus kepada tugas utama, menjaga kedaulatan Islam. Jika pemimpin memberikan perhatian kepada para tentara, maka tentara akan memberikan perhatian kepada pemimpinnya.

                
4. Menjaga stabilitas keamanan dalam negeri   
        Untuk menjaga stabilitas keamanan dalam negeri perlu dilakukan strategi politik damai. Amirul mukminin menulis surat kepada sebagian pajabatnya di wilayah, “Sesungguhnya pimpinan penduduk negeri Anda telah mengadukan keluhannya tentang kekerasan, kekejaman, penghinaan, dan sikap acuh. Kenakanlah untuk mereka jubah kelembutan untuk melunakkan sikap keras. Pergilirkanlah antara sikap tegas dan lunak. Lakukan tarik ulur; mendekat pada saat jauh, dan menjauh pada saat dekat.”
            Kebijakan seperti ini harus dilakukan untuk menjaga keamanan dalam negeri. Jika terjadi sesuatu dapat membahayakan keamanan dalam negeri, maka tugas kepala negara atau gubernur berupaya mencari solusi dengan cara-cara damai dan berusaha menghindari kekuatan represif yang dapat mengancam keselamatan rakyat.

                5. Anggaran belanja negara

Sumber pemasukan bagi wilayah pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib adalah diantaranya berasal dari zakat, shadaqah. Dari sumber tersebut dikumpulkan di Baitul Mal. Dalam Baitul Mal memiliki petugas yang mencatat semua pemasukan dan pengeluaran. Harta yang dikumpulkan dalam Baitul Mal harus dialokasikan untuk pembayaran para pekerja, karyawan, orang-orang yang membutuhkan, pembangunan, dan kebutuhan lainnya yang diperlukan oleh masing-masing wilayah.

Jika ada kelebihan, itulah yang dikirimkan kepada khalifah di ibu kota negara. Bila diibaratkan, Baitul Mal yang berada di wilayah bagaikan jantung dalam tubuh manusia. Ia mendistribusikan darah ke seluruh organ tubuh. Perhatikan pernyataan Ali dalam menyalurkan hasil pengumpulan di Baitul Mal:



“Perhatikanlah apa yang telah engkau kumpulkan dari harta Allah. Salurkanlah kepada orang-orang yang membutuhkan dan kelaparan.”



Dari pernyataan tersebut, Khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Allah Swt., agar hasil pengumpulan di Baitul Mal disalurkan kepada yang membutuhkan. Dengan kata lain pembagiannya tepat sasaran.



D. Nilai Keteladan Ali bin Abi Thalib

Keteladan khalifah Ali bin Abi Thalib yang dapat kita ambil pelajarannya dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:


  1. Cinta ilmu. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah salah satu contoh cinta ilmu. Diantara caranya belajar dengan sungguh-sungguh di madrasah. Dalam belajar tersebut, seperti yang dicontohkan Ali bin Abi Thalib, diantaranya dengan aktif bertanya. Begitu juga dengan peserta didik madrasah harus aktif bertanya kepada guru atau orang yang lebih tahu. Selain itu, dalam belajar, jangan hanya saat akan menghadapi ulangan atau ujian, akan lebih baik ada ulangan atau tidak tetap belajar;

  2. Kezuhudan. Diantara masalah yang dialami saudara kita adalah terlalu cinta dunia (hubbud dunya). Akibatnya, berbagai cara dilakukan seseorang, meskipun melanggar ajaran Islam. Di sini, kita diberi teladan khalifah Ali bin Thalib dengan sikap zuhud, tidak silau terhadap kemewahan duniawi yang bersifat sementara. Karenanya, sebagai peserta didik madrasah jangan mengambil harta atau benda yang bukan miliknya. Apabila mempunyai kelebihan rejeki, harta tersebut digunakan untuk dinafkahkan di jalan Allah Swt.;

  3. Tawadhu’. Sehebat apapun (pintar, kaya, tampan, cantik) seseorang termasuk peserta didik madrasah harus mempunyai sikap tawadhu’. Hal ini merupakan keteladanan Ali bin Abi Thalib, meskipun sebagai sosok pemimpin serta cerdas, ia tawadhu. Penerapan tawadhu’ peserta didik dapat dilakukan kepada siapapun, diantaranya dengan guru, orang tua, teman satu kelas, kakak atau adik kelas;

  4. Dermawan. Harta yang dimiliki seseorang adalah amanah dari Allah Swt. yang dititipkan. Amanah tersebut akan ditanyakan-Nya di hari akhirat. Karenanya, harta yang dimiliki seseorang harus dimanfaatkan dengan baik. Jangan sampai harta yang dimiliki digunakan untuk keperluan yang tidak ada manfaatnya atau melanggar ajaran Islam. Karenanya, harta yang kita dimiliki diinfakkan di jalan Allah. Misalnya, untuk membantu peserta didik yang kurang mampu, korban banjir, membangun masjid, membangun madrasah, dan sebagainya

  5. Rajin ibadah. Beribadah kepada Allah Swt. adalah tugas utama bagi seluruh manusia di muka bumi. Melaksanakan ibadah merupakan bentuk ketaatan seorang hamba kepada sang pencipta. Diantaranya ibadah yang dilaksanakan pelajar adalah melaksanakan salat tepat pada waktu serta dilaksanakan dengan khusyuk. Seseorang yang melaksanakan salat, maka akan mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Karenanya, peserta didik madrasah harus rajin ibadah dan juga dapat menghindari larangan-larangan Allah Swt.

0 Response to "SKI Kelas 6 Pelajaran 2 "Khalifah Ali bin Abi Thalib""

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel